Jumat, 21 Oktober 2011

Dry Box Camera


Bikin Sendiri: DryBox Camera

Kategori Artikel: Mac Gyver/ Ngulik, IDEide, Fotografi



Sayang sekali apabila kamera dan lensa-lensa ditumpangi jamur yang tentunya akan mengurangi kualitas hasil foto.
Untuk mencegah munculnya jamur-jamur tersebut, kamera dan perlengkapannya perlu disimpan dalam kondisi khusus yang terjaga kelembabannya. Umumnya media penyimpanan kamera ini sering disebut DryBox.
Tertarik karena membaca tulisan oom Dito Sutejo di forum Fotografer.net, saya turut ingin mencoba membuat DryBox sendiri, dan saya coba sharing lagi di web ini.
DryBox yang siap pakai ada banyak ragam dan merek, bisa dibeli di toko-toko perlengkapan fotografi. Tentunya harganya lumayan mahal, paling murah sekitar 250ribu rupiah.




MEMBUAT SENDIRI DRYBOX
Yang diperlukan adalah antara lain:
1. Container Box : Pilih ukuran sesuai kebutuhan, banyak dijual di super/hypermarket, harga berkisar 25ribu - 75ribu tergantung ukuran.
2. Karet Busa : Saya menggunakan karet busa warna hitam, tebal 1cm, pilih yang kualitas-1 (terbaik), harga hanya sekitar 25ribu untuk ukuran besar (1×2meter)
3. Silica Gel : bisa dibeli di toko kimia atau apotek.






Potong karet busa sesuai ukuran Container Box, hingga dapat melindungi kamera dan perlengkapannya dari benturan pada saat dibawa/dipindah-pindah.





Foto dibawah terlihat saat semua perlengkapan sudah masuk ke dalam DryBox.





Jangan lupa untuk menyertakan SilicaGel di dalam DryBox yang kita buat tadi.







Pengembangan lebih lanjut:
1. Agar DryBox lebih kedap, dapat ditambahkan SealerTape atau karet Seal untuk dipasangkan pada ‘bibir’ Container Box, sehingga udara tidak bisa keluar-masuk (vacuum).
2. Menarik apabila ditambahkan Thermometer ruang dan Hygrometer yang dapat dibeli di toko asesoris mobil.

Nah.. bagaimana dengan menyimpan kamera Pocket?











Penjernihan Air


PENJERNIHAN AIR DENGAN CARA PENYARINGAN I

1. PENDAHULUAN
Kebutuhan akan air bersih di daerah pedesaan dan pinggiran kota untuk air
minum, memasak , mencuci dan sebagiannya harus diperhatikan. Cara
penjernihan air perlu diketahui karena semakin banyak sumber air yang
tercemar limbah rumah tangga maupun limbah industri.
Cara penjernihan air baik secara alami maupun kimiawi akan diuraikan dalam
bab ini. Cara-cara yang disajikan dapat digunakan di desa karena bahan dan
alatnya mudah didapat. Bahan-bahannya anatara lain batu, pasir, kerikil, arang
tempurung kelapa, arang sekam padi, tanah liat, ijuk, kaporit, kapur, tawas, biji
kelor dan lain-lain.

2. URAIAN SINGKAT
Penjernihan air minum secara sederhana ini merupakan penjernihan air dengan
cara penyaringan. Bahan penyaringan yang digunakan adalah pasir dan
tempurung kelapa.

3. BAHAN DAN PERALATAN
1) 2 (dua) drum ijuk
2) pipa PVC dengan diameter ¾ inci
3) kran air
4) pasir
5) kerikil
6) potongan bata – cat
7) gergaji
8) parang
9) besi
10) bor
11) kuas
12) ember
13) cangkul


4. PEMBUATAN
1) Membuat pipa penyaringan lihat Gambar 1. :
a. Ambil 2 pipa PVC diameter 0,75 inci dengan panjang 35 cm.
b. Pipa PVC dilubangi teratur sepanjang 20 cm.
c. Bagian dari pipa yang dilubangi dibalut dengan ijuk kemudian ijuk diikat
dengan tali plastik
d. Salah satu ujung pipa dibuat ulir.

Gambar 1. Pipa Penyaring
2) Pemasangan pipa penyaring (lihat Gambar 2.).
Pipa penyaring dipasang pada drum pengendapan dan penyaringan dengan
jarak 10 cm dari dasar drum.
3) Membuat drum pengendapan (lihat Gambar 2 dan 3)
a. Buat lubang dengan bor besi 10 cm dari dasar pada dinding drum untuk
pipa penyaring.
b. Pasang pipa penyaring yang sudah dibalut pada soket yang sudah
tersedia (lihat keterangan No. 2)
c. Pasang kran
d. Buat lubang pada dasar drum dengan tutup

Gambar 2. Pemasangan Pipa Penyaring
4) Membuat drum penyaring (lihat Gambar 2 dan 3)
a. Buat lubang untuk pemasangan pipa penyaring dengan jarak 10 cm dari
dasar drum.
b. Isi drum berturut-turut dengan krikil setebal 20 cm, ijuk 5 cm, arang 10 cm,
ijuk 10 cm dan potongan bata 10 cm.
5) Penyusunan drum endapan dan penyaringan (lihat Gambar 3)
a. Drum pengendapan dan penyaringan disusun bertingkat.
b. Kran-kran ditutup dan air diisikan ke dalam drum pengendapan
c. Setelah 30 menit air dari drum pengendapan dialirkan ke dalam drum
penyaringan.
d. Aliran air yang keluar dari drum penyaringan disesuaikan dengan
masukan dari drum pengendapan.

                                                      Cara Kerja Penyaring air


5. KEUNTUNGAN
1) Air hasil penyaringan cukup bersih untuk keperluan rumah tangga.
2) Membuatnya cukup mudah dan sederhana pemeliharaannya.
3) Bahan-bahan yang digunakan mudah didapatkan di daerah pedesaan.

6. KERUGIAN
1) Pemeliharaan memerlukan ketelitian dan cukup memakan waktu seperti :

a. Drum pengendapan dan drum penyaring harus dibersihkan, jika aliran air
yang keluar kurang lancar. Ijuk, kerikil, potongan bata, pasir dicuci bersih,
kemudian dijemur sampai kering.
b. Arang tempurung biasanya paling lama 3 bulan sekali harus diganti
dengan yang baru.
c. Tidak bisa digunakan untuk menyaring air yang mengandung bahanbahan
kimia seperti air buangan dari pabrik, karena cara ini hanya untuk
menyaring air keruh, tapi bukan menyaring air yang mengandung zat
kimia tertentu.
2) Untuk keperluan air minum harus dimasak terlebih dahulu sampai mendidih.

7. DAFTAR PUSTAKA
Penjernihan Air. Bandung : Puslibang Fisika Terapan

8. INFORMASI LEBIH LANJUT
1) Pusat Penelitian dan Pengembangan Fisika Terapan – LIPI; Jl. Cisitu
Sangkuriang No. 1 / Cisitu 21/154-D – Bandung 40134 - INDONESIA;
Tel.+62 22 250 3052, 250 4826, 250 4832, 250 4833; Fax. +62 22 250 3050
2) Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI; Sasana Widya
Sarwono, Jl. Jend. Gatot Subroto 10 Jakarta 12710, INDONESIA.
------------------------------------------------------------------------------

Jakarta, Maret 2000
Sumber : Buku Panduan Air dan Sanitasi, Pusat Informasi Wanita dalam
Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development
Cooperation, Jakarta, 1991.
Disadur oleh : Esti, Haryanto Sahar






Rahasia Gerakan Shalat

Keajaiban & Iptek Oleh : Redaksi 24 Feb 2006 - 6:11 pm

Setiap gerakan shalat yang dicontohkan Rasulullah SAW sarat akan hikmah dan manfaat. Syaratnya, semua gerak tersebut dilakukan dengan benar, tumaninah, serta dilakukan secara istikamah.
Suatu ketika Rasulullah SAW berada di dalam Masjid Nabawi, Madinah. Selepas menunaikan shalat, beliau menghadap para sahabat untuk bersilaturahmi dan memberikan tausiyah. Tiba-tiba, masuklah seorang pria ke dalam masjid, lalu melaksanakan shalat dengan cepat.

Setelah selesai, ia segera menghadap Rasulullah SAW dan mengucapkan salam. Rasul berkata pada pria itu, "Sahabatku, engkau tadi belum shalat!"
Betapa kagetnya orang itu mendengar perkataan Rasulullah SAW. Ia pun kembali ke tempat shalat dan mengulangi shalatnya. Seperti sebelumnya ia melaksanakan shalat dengan sangat cepat. Rasulullah SAW tersenyum melihat "gaya" shalat seperti itu.

Setelah melaksanakan shalat untuk kedua kalinya, ia kembali mendatangi Rasulullah SAW. Begitu dekat, beliau berkata pada pria itu, "Sahabatku, tolong ulangi lagi shalatmu! Engkau tadi belum shalat."

Lagi-lagi orang itu merasa kaget. Ia merasa telah melaksanakan shalat sesuai aturan. Meski demikian, dengan senang hati ia menuruti perintah Rasulullah SAW. Tentunya dengan gaya shalat yang sama.

 Namun seperti "biasanya", Rasulullah SAW menyuruh orang itu mengulangi shalatnya kembali. Karena bingung, ia pun berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah yang telah mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak bisa melaksanakan shalat dengan lebih baik lagi. Karena itu, ajarilah aku!"

"Sahabatku," kata Rasulullah SAW dengan tersenyum, "Jika engkau berdiri untuk melaksanakan shalat, maka bertakbirlah, kemudian bacalah Al-Fatihah dan surat dalam Alquran yang engkau pandang paling mudah. Lalu, rukuklah dengan tenang (thuma'ninah), lalu bangunlah hingga engkau berdiri tegak. Selepas itu, sujudlah dengan tenang, kemudian bangunlah hingga engkau duduk dengan tenang. Lakukanlah seperti itu pada setiap shalatmu."

Kisah dari Mahmud bin Rabi' Al Anshari dan diriwayatkan Imam Bukhari dalam Shahih-nya ini memberikan gambaran bahwa shalat tidak cukup sekadar "benar" gerakannya saja, tapi juga harus dilakukan dengan tumaninah, tenang, dan khusyuk.

Kekhusukan ruhani akan sulit tercapai, bila fisiknya tidak khusyuk. Dalam arti dilakukan dengan cepat dan terburu-buru. Sebab, dengan terlalu cepat, seseorang akan sulit menghayati setiap bacaan, tata gerak tubuh menjadi tidak sempurna, dan jalinan komunikasi dengan Allah menjadi kurang optimal. Bila hal ini dilakukan terus menerus, maka fungsi shalat sebagai pencegah perbuatan keji dan munkar akan kehilangan makna. Karena itu, sangat beralasan bila Rasulullah SAW mengganggap "tidak shalat" orang yang melakukan shalat dengan cepat (tidak tumaninah).

Khusyu'


Apakah mereka lebih khusyu' daripada Abu Bakar dan Umar?


www.perpustakaan-islam.com

Pada suatu hari Amir terlambat pulang ke rumah lalu ayahnya bertanya: Ke mana saja kamu, wahai Amir? Ia menjawab: Saya melihat suatu kaum yang tidak ada yang lebih baik daripada mereka, mereka berdzikir kepada Allah Ta'ala, salah satu di antara mereka gemetar kemudian pingsan karena takutnya kepada Allah! Apakah mereka lebih khusyu dari Abu Bakar dan Umar?
Seorang tabi'in yang agung bernama Amir bin Abdillah bin Zubair belajar dari ayahnya Abdullah bin Zubair ra.
Pada suatu hari Amir terlambat pulang ke rumah lalu ayahnya bertanya: Ke mana saja kamu, wahai Amir? Ia menjawab: Saya melihat suatu kaum yang tidak ada yang lebih baik daripada mereka, mereka berdzikir kepada Allah Ta'ala, salah satu di antara mereka gemetar kemudian pingsan karena takutnya kepada Allah!
Lalu ayahnya berkata: Janganlah kamu duduk bersama mereka lagi, wahai Amir! Kemudian Amir bertanya: Mengapa? Bukankah mereka adalah suatu kaum yang takut kepada Allah? Bapaknya menjawab: Sungguh saya telah melihat bagaimana Rasulullah saw membaca Al-Quran, dan aku melihat pula Abu Bakar 'dan Umar ra membaca Al-Qur'an, namun tidak sampai mengalami sebagaimana orang-orang yang kamu ceritakan itu, lalu apakah kau kira mereka lebih khusyu' dari pada Abu Bakar dan Umar?
Penulis mendapatkan kisah tersebut dalam biografi tabi'in yang zuhud dan ahli ibadah ini. Beliau belajar kepada ayahnya, seorang sahabat yang agung dan putra sahabat yang agung pula, yakni Abdulullah bin Zubair bin Awwam maka petunjuknya sesuai dengan petunjuk Nabi saw. Dalam riwayat ini terdapat solusi dari problem berupa ghuluw (melampaui batas) dan sikap ektsrim yang banyak menimpa kaum muda yang tengah bersemangat, sekalipun dengan niat yang baik dan menginginkan kebaikan, akan tetapi mereka salah dalam menempuh cara. Sehingga mereka tidak mendapatkan tujuan yang mereka kehendaki.
Abdullah bin Zubair bertanya kepada anaknya Amir atas keterlambatan pulang kerumah itu adalah merupakan hak baginya dan bahkan kewajiban bapak terhadap anaknya. Bukan berarti beliau merampas kemerdekaan anak atau mengekangnya, bahkan hal itu merupakan wujud penjagaan dan perhatian seorang ayah dan bagian dari tarbiyah yang baik.
Sungguh buruk sekali pendidikan yang mengklaim memberikan kemerdekaan kepada anak sepenuhnya tanpa adanya pengawasan dari orang tua terhadap prilaku mereka. Itu adalah kemerdekaan semu dan kebebasan yang merusak. Menganggap anak memiliki kedewasaan seperti dirinya, hingga mereka terjerat pergaulan dengan anak-anak berandalan, sementara mereka masih pendek nalarnya dan masih sempit pengalamannya, sehingga begitu mudah dijerumuskan dan dipengaruhi oleh teman-teman yang buruk, sementara bapaknya hanya menyaksikan dan bersikap netral tanpa komentar. Dengan dalih memberikan kemerdekaan bagi anaknya dan tidak ikut campur tangan dalam urusannya.
Inilah faedah pertama dari riwayat ini, yakni memberikan gambaran tentang konsep pendidikan Islam yang lurus semenjak awal tarikh hijriyah. (Amir tidak mempersoalkan pertanyaan ayahnya yakni tidak menyanggah ayahnya mengapa ia menanyakan urusannya), namun beliau memberikan alasan yang menyebabkan keterlambatannya. Beliau memberitahukan tentang keadaan kaum yang beliau lihat, mereka berdzikir kepada Allah dengan khusyu' dan takut hingga salah satu di antara mereka gemetaran lalu pingsan karena takut kepada Allah.
Akan tetapi Abdullah bin Zubair tidak simpati dengan kondisi orang yang diceritakan tersebut, tidak suka dengan apa yang mereka lakukan, tidak terperdaya oleh sikap lahir mereka. Bahkan dia meminta agar anaknya tidak bergaul dengan orang yang dikatakan khusyu tersebut, dan agar anaknya menjauhi mereka. Larangan tersebut membuat Amir keheranan mengapa ayahnya melarang berkumpul dengan kaum yang pingsan saking takutnya kepada Allah maka ia bertanya pada bapaknya: Mengapa, wahai ayah, padahal mereka adalah kaum yang takut kepada Rabb mereka?
Seharusnya ayahnya menganjurkan dia untuk bergaul dengan mereka dan memberikan motivasi untuk mengikuti mereka. Mengapa dia melarangnya padahal rasa takut itu telah bersemayam di hati dan menguasai perasaan mereka? (begitulah pikir Amir ketika itu)
Lalu muncullah jawaban dari sahabat yang agung tersebut, menjelaskan manhaj ittiba' dan jauh dari bid'ah, serta menerangkan tidak adanya kebaikan dalam ghuluw (berlebih-lebihan) atau melampaui dari apa' yang telah dikerjakan oleh Nabi dan para shahabatnya. Lalu beliau katakan bahwa beliau melihat Nabi ketika membaca Al-Qur'an (Al-Qur'an adalah sebaik-baik dzikir), begitupula halnya dengan kedua sahabat beliau yakni Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu 'Anhuma, namun tidaklah mengalami kondisi sebagaimana kondisi orang yang dilihat anaknya yakni orang yang pingsan karena khusyu'nya. Apakah mereka lebih khusyu' kepada Allah dari Rasul-Nya yang mulia padahal beliau telah menyebutkan nikmat yang Allah karuniakan kepada beliau dengan sabdanya:
Sesungguhnya orang yang paling bertakwa kepada Allah dan yang paling takut kepada-Nya adalah aku.

Dan apakah mereka lebih khusyu' pula daripada dua sahabat yang mulia, yakni Abu Bakar dan Umar? Padahal Abu Bakar 'lebih bagus keimanannya daripada iman seluruh umat ini, sebagaimana pernah disebutkan dalam sebuah hadits. Sedangkan Umar Syetan lari darinya sebagaimana yang dikabarkan oleh Rasulullah saw.
Jika demikian, mereka adalah orang-orang yang mengada-ada dan mutakallifun (memperberat diri) atau dari ahli meditasi dan filsafat yang jauh dari petunjuk salaf yang berada di tengah-tengah dan lurus. Sehingga tidak ada baiknya berteman dan meneladani mereka maka camkanlah nasihat ini wahai para pemuda.

Tawakkal


Keteladanan dalam Tawakkal yang benar



Tawakkal adalah buahnya yakin. Semakin kuat yakinnya, semakin kuat tawakkalnya. Sehingga orang yang kuat tawakkalnya akan berani dalam menegakkan kebenaran dan dalam menanggung resikonya serta dalam menghadapi gangguan-gangguan manusia. Karena dia yakin akan firman Allah Ta'ala:
وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِيْنَ
"Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman." (Ar-Ruum:47)

يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا إِنْ تَنْصُرُوا اللهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ
"Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian." (Muhammad:7)

إِنَّكَ لاَ تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ
"Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji." (Aali 'Imraan:194)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam adalah teladan kita dalam hal ini, di mana mereka telah menunjukkan kepada kita betapa kuat dan tingginya tawakkal mereka kepada Allah, hal ini dikisahkan dalam hadits berikut:
Dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu, dia berkata: (kalimat)
"حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ"
"Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." telah diucapkan oleh Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam ketika dilemparkan ke dalam api dan telah diucapkan (pula) oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam ketika orang-orang berkata: "Sesungguhnya manusia (Abu Sufyan dan rombongannya) telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, oleh karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya), dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (Aali 'Imraan:173) (HR. Al-Bukhariy no.4563)

Dan dalam riwayat yang lain dari Ibnu 'Abbas radhiyallahu 'anhu, dia berkata: "Akhir ucapan Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam ketika dilemparkan ke dalam api adalah: "Cukuplah Allah menjadi Penolongku dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (HR. Al-Bukhariy no.4564)

Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam & Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam adalah Khaliilullaah

Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah khaliilullaah (kekasih tercinta /kesayangan Allah 'Azza wa Jalla), berdasarkan firman Allah:
وَاتَّخَذَ اللهُ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً
"Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya." (An-Nisaa`:125)

Dan sabda Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam:
إِنَّ اللهَ قَدِ اتَّخَذَنِيْ خَلِيْلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً
"Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai kesayangan-Nya sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai kesayangan-Nya." (HR. Muslim no.532 dari Jundab radhiyallahu 'anhu)

Sedangkan khaliil maknanya adalah kekasih yang mencapai puncak kecintaannya. Dan kita tidak mengetahui bahwa ada seseorang yang disifati dengan sifat ini kecuali Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Ibrahim 'alaihi wa sallam, maka keduanya adalah khaliil.

Tetapi, kadang-kadang kita mendengar sebagian manusia mengatakan: "Ibrahim Khaliilullaah, Muhammad Habiibullaah (kekasih /orang yang dicintai Allah) dan Musa Kaliimullaah (orang yang diajak bicara langsung oleh Allah tanpa melalui perantara)."

Orang yang mengatakan: "Sesungguhnya Muhammad adalah Habiibullaah", ucapannya ini perlu ditinjau lagi, karena sesungguhnya al-khullah (yang dimiliki Khaliil) lebih tinggi daripada al-mahabbah (yang dimiliki Habiib), maka apabila dia mengatakan: "Muhammad adalah Habiibullaah" maka ucapan ini mengandung pengurangan terhadap hak Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena sesungguhnya kekasih-kekasih Allah itu banyak, maka orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang dicintai oleh Allah, demikian juga orang-orang yang berbuat ihsan/baik dan orang-orang yang adil, semuanya dicintai oleh Allah, maka orang-orang yang dicintai Allah itu banyak.

Akan tetapi kita tidak mengetahui bahwa sifat al-khullah itu dimiliki seseorang kecuali dimiliki oleh Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi Ibrahim 'alaihi wa sallam. Maka atas dasar inilah, kita katakan: "Yang benar adalah: "Ibrahim Khaliilullaah, Muhammad Khaliilullaah dan Musa Kaliimullaah."
Walaupun sebenarnya Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah diajak bicara oleh Allah Ta'ala tanpa perantara ketika beliau dinaikkan ke langit yang ketujuh (pada waktu isra` mi'raj).

Tawakkalnya Nabi Ibrahim 'alaihi wa sallam ketika Dilempar ke dalam Api

Kalimat: "حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ" telah diucapkan Nabi Ibrahim 'alaihi wa sallam ketika dilemparkan ke dalam api, dikarenakan beliau menyeru kaumnya agar beribadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya, akan tetapi kaumnya enggan dan menolak serta terus-menerus di atas kekufuran dan kesyirikan.
Maka pada suatu hari Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam mendatangi patung-patung yang disembah oleh kaumnya lalu merusaknya dan menjadikannya hancur berkeping-keping kecuali yang paling besarnya.

Maka ketika kaumnya kembali dan mendapati tuhan-tuhan mereka telah hancur, mereka pun marah dan mencari siapa orangnya yang telah melakukan hal ini. Dikatakan kepada mereka bahwa yang menghancurkan patung-patung tersebut adalah Ibrahim, maka mereka pun mencarinya lalu mendapatkannya dan bertekad untuk menyiksanya.
Lalu mereka bertanya: "Apa yang akan kita lakukan kepada Ibrahim?"
قَالُوْا حَرِّقُوْهُ وَانْصُرُوْا ءَالِهَتَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ فَاعِلِيْنَ
"Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kalian, jika kalian benar-benar hendak bertindak." (Al-Anbiyaa`:68)

Maka mereka pun menyalakan api yang besar sekali kemudian melemparkan Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam ke dalam api tersebut. Sampai-sampai dikatakan bahwasanya karena sangat besarnya api tersebut, mereka tidak mampu berada dekat-dekat dengan api dan mereka pun melemparkan Nabi Ibrahim ke api tersebut dengan manjaniq (alat pelempar yang besar) dari tempat yang jauh.

Ketika mereka melemparkan Nabi Ibrahim, beliau mengucapkan: "حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ", maka apa yang terjadi?

Allah Ta'ala berfirman:
قُلْنَا يَانَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَسَلاَمًا عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
"Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim." (Al-Anbiyaa`:69)
Yakni api tersebut menjadi dingin lawan dari panas dan menjadi keselamatan lawan dari kebinasaan. Karena sesungguhnya api itu panas, membakar dan membinasakan, maka Allah memerintahkan api tersebut agar menjadi dingin dan keselamatan baginya, maka jadilah api tersebut dingin dan menjadi keselamatan (bagi Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam).

Sebagian ahli tafsir menukilkan dari Bani Isra`il dalam kisah ini bahwasanya ketika Allah berfirman:
قُلْنَا يَانَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَسَلاَمًا عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
"Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim."
Maka jadilah seluruh api dunia menjadi dingin.
Akan tetapi ini tidak benar, karena sesungguhnya Allah mengarahkan pembicaraan kepada api tertentu (dalam ayat): "يَانَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا" "Hai api menjadi dinginlah."

Sedangkan 'ulama nahwu mengatakan: "Sesungguhnya apabila susunan suatu kalimat datang dengan bentuk seperti ini (seperti dalam ayat di atas) maka jadilah nakirah (kata yang masih umum maknanya) menjadi sesuatu yang tertentu maknanya." yakni tidak mencakup seluruh api, bahkan khusus untuk api yang Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam telah dilemparkan kepadanya saja, dan inilah yang benar sedangkan api dunia yang lainnya tetap seperti semula.

Para 'ulama berkata: "Dan ketika Allah berfirman: "Jadilah dingin", Allah iringi perintah ini dengan firman-Nya: "Jadilah keselamatan", karena seandainya Allah mencukupkan dengan firman-Nya: "بَرْدًا" "(jadilah) dingin" niscaya jadilah api itu dingin hingga membinasakan Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam, karena sesungguhnya segala sesuatu akan mengikuti perintah Allah 'Azza wa Jalla.

Lihatlah kepada firman Allah Ta'ala:
ثُمَّ اسْتَوَى إِلَى السَّمَاءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلأَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِيْنَ
"Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: "Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Keduanya menjawab: "Kami datang dengan suka hati." (Fushshilat:11)
Keduanya pun tunduk terhadap perintah Allah.

Tawakkalnya Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam

Adapun khaliil kedua yang berkata: "حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ" adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam, demikian juga para shahabatnya (mengucapkan kalimat tersebut) ketika orang-orang berkata: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kalian, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung." (Aali 'Imraan:173)

Kisah selengkapnya adalah ketika Abu Sufyan (ketika itu dia masih kafir) kembali dari Uhud dan ingin mendatangi Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dan para shahabatnya untuk menumpas mereka menurut persangkaannya, dia bertemu dengan satu kafilah, maka dia bertanya kepadanya: "Hendak pergi ke mana kalian?" Mereka menjawab: "Kami ingin pergi ke Madinah." Maka Abu Sufyan berkata: "Sampaikan kepada Muhammad dan para shahabatnya bahwasanya kami akan kembali kepada mereka dan akan menumpas mereka." Lalu sampailah kafilah tadi ke Madinah kemudian menyampaikan pesan tersebut kepada Rasulullah dan para shahabatnya. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan orang-orang yang bersamanya menjawab: "حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ".
Rasulullah dan para shahabatnya pun keluar berjumlah sekitar 70 orang dengan berkendaraan, sampai ke suatu tempat yang disebut Hamraa`ul Asad, ketika mendengar hal ini Abu Sufyan pun kemudian mengurungkan niatnya dan kembali ke Makkah.

Inilah di antara pencukupan dan penjagaan Allah terhadap Rasul-Nya dan orang-orang beriman, ketika mereka bersandar dan bertawakkal kepada-Nya.
Allah berfirman:
فَانْقَلَبُوْا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوْءٌ وَاتَّبَعُوْا رِضْوَانَ اللهِ وَاللهُ ذُوْ فَضْلٍ عَظِيْمٍ
"Maka mereka kembali dengan ni`mat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar." (Aali 'Imraan:174)

Disunnahkan Membaca: حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

Maka selayaknya bagi setiap orang yang melihat manusia berkumpul untuk berbuat jahat kepadanya atau mengadakan permusuhan dengannya, agar mengatakan:
"حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ".
Hasbunallahu wa ni'mal wakiil
Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.

Apabila dia mengucapkan kalimat ini maka Allah akan mencukupi dan menjaganya dari kejelekan mereka sebagaimana Dia telah menjaga Nabi Ibrahim shallallahu 'alaihi wa sallam dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam.

Maka jadikanlah kalimat ini senantiasa ada dalam hati kita apabila kita melihat manusia mengadakan permusuhan kepada kita.
Kita juga disunnahkan membaca do'a apabila takut dari kejahatan suatu kaum/seseorang, dengan mengucapkan:
اللَّهُمَّ اكْفِنِيْهِمْ بِمَا شِئْتَ
"Ya Allah, lindungilah aku dari kejahatan mereka, menurut sekehendak-Mu." (HR. Muslim no.3005 dari Shuhaib radhiyallahu 'anhu)
Allahlah yang memberi taufiq. Wallaahu A'lam.

(Diringkas dari Syarh Riyaadhush Shaalihiin 1/290-292 penerbit Maktabah Ash-Shafaa dan Al-Qaulul Mufiid 2/32-33 tahqiiq Hani Al-Hajj, dengan beberapa perubahan dan tambahan)

(Dikutip dari Bulletin Al Wala' wa Bara', Edisi ke-3 Tahun ke-3 / 10 Desember 2004 M / 27 Syawwal 1425 H. Judul asli Keteladanan dalam Tawakkal. Diterbitkan Yayasan Forum Dakwah Ahlussunnah Wal Jamaah Bandung. Url sumber : http://salafy.iwebland.com/fdawj/awwb/read.php?edisi=3&th=3)

Jumat, 14 Oktober 2011

DOA DARI 70 RIBU MALAIKAT


DOA DARI 70 RIBU MALAIKAT !!
PDF
Cetak
E-mail


www.jilbab.or.id

Tiada seorang muslim pun yang membesuk saudaranya yang sakit, melainkan Allah mengutus baginya 70.000 malaikat agar mendoakannya kapan pun di siang hari hingga sore harinya, dan kapan pun di sore hari hingga pagi harinya.(musnad ahmad 2/110, syaikh ahmad syakir mengatakan bahwa sanadnya shahih). Syaikh Ahmad Abdurrahman al Banna dalam syarahnya menjelaskan, ‘Shalawat malaikat bagi anak adam ialah dengan mendoakan agar mereka diberi rahmat dan maghfirah.
Sedang yang dimaksud dengan ‘kapanpun di siang hari’ yakni waktu ia menjenguk. Jika ia menjenguknya di siang hari, maka malaikat mendoakannya hingga sore hari dan bila ia menjenguknya di malam hari, maka malaikat mendoakannya hingga pagi. Oleh karena itu, orang yang berniat hendaknya berangkat sepagi mungkin di awal siang, atau bersegera begitu malam menjelang, agar semakin banyak didoakan malaikat.‘Siapa yang membesuk orang sakit di pagi hari akan diiring oleh 70.000 malaikat, semuanya memohonkan ampun untuknya hingga sore hari, dan ia mendapat taman di jannah. Jika ia membesuknya di sore hari, ia akan diiring oleh 70 ribu malaikat yang semuanya memintakan ampun untuknya hingga pagi, dan ia mendapat taman di jannah.’(musnad ahmad 2/206, hadits 975. Syaikh ahmad syakir menilai hadits ini shahih)

AKU SAKIT, TETAPI KAMU TIDAK MENJENGUK-KU!


Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya pada hari kiamat Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,’Hai Anak Adam, Aku Sakit, tetapi kamu tidak menjenguk-Ku.’Dia berkata. ‘Wahai Rabb-ku, bagaimana saya menjenguk-Mu, padahal Engkau adalah Rabb semesta alam?!’Dia berfirman, ‘Tidak tahukah kamu bahwa hamba-Ku, fulan, sakit, tetapi kamu tidak menjenguknya. Tidak tahukah kamu jika kamu menjenguknya, kamu akan mendapati Aku berada di sisi-Nya.’(diriwayatkan oleh Muslim, no. 2569)

 
HUKUM MENJENGUK ORANG SAKIT

Menjenguk orang sakit diperintahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Al Bara bin Azib radhiyallahu anhu meriwayatkan, “Nabi menyuruh kita tujuh hal dan melarang kita tujuh hal. Beliau menyuruh kita untuk mengantarkan jenazah, menjenguk orang sakit, memenuhiundangan, menolong orang yang teraniaya, melaksanakn sumpah, menjawab salam, dan mendoakan orang yang bersin. Dan beliau melarang kita memakai wadah (bejana) dari perak, cincin emas, kain sutera, dibaj (sutera halus), qasiy (sutera kasar), dan istibraq (sutera tebal).(Bukhari no.1239; Muslim no.2066). Hadits-hadits yang memerintahkan kita untuk menjenguk orang sakit, membuat Imam Bukhari membuat “bab Wujubi ‘Iyadatil-Maridh” (Bab Kewajiban Menjenguk Orang Sakit) di dalam kitab shahih nya.Imam Ath Thabari menekankan bahwa menjenguk orang sakit merupakan kewajiban bagi orang yang diharapkan berkah (dari Allah datang lewat diri) nya, disunnahkan bagi orang yang memelihara kondisinya, dan mubah bagi mereka.Imam Nawawi mengutip kesepakatan ulama bahwa menjenguk orang sakit hukumnya bukan wajib, yakni wajib ‘ain, (melainkan wajib kifayah).


MANFAAT MENJENGUK ORANG SAKIT


Selain mendapat keutamaan sebagaimana hadits-hadits yang disebutkan diatas, menjenguk orang sakit memiliki beberapa manfaat, diantaranya:1. Menjenguk orang sakit berpotensi memberi perasaan dan kesan kepadanya bahwa ia diperhatikan orang-orang disekitarnya, dicintai, dan diharapkan segera sembuh dari sakitnya. Hal ini dapat menentramkan hati si sakit.2. Menjenguk orang sakit dapat menumbuhkan semangat, motivasi, dan sugesti dari pasien; hal ini dapat menjadi kekuatan khusus dari dalam jiwanya untuk melawan sakit yang dialaminya. Dalam dirinya ada energi hebat untuk sembuh.3. mencari tahu apa yang diperlukan si sakit.4. mengambil pelajaran dari penderitaan yang dialami si sakit.5. mendoakan si sakit6. melakukan ruqyah (membaca ayat-ayat tertentu dari Al Quran) yang syar’i.


MESKI SAKIT RINGAN, TETAP DIJENGUK!


Hadits-hadits yang ada, menyuruh dan mengajurkan untuk menjenguk orang sakit, baik yang sakit kecil maupun dewasa, anak-anak maupun orang tua, dari kaum laki-laki maupun wanita. Sakit ringan maupun berat. Yang sakit terpelajar atau bukan, orang kota maupun desa, pejabat maupun rakyat jelata, miskin maupun kaya, mengerti makna menjenguk orang sakit atau pun tidak.Menjenguk orang sakit tetap dianjurkan, bahkan terkadang, dalam kondisi tertentun menjadi wajib, tanpa melihat bentuk penyakit tersebut, apakah tergolong parah atau ringan. Hal ini sudah mulai memudar di antara kita, bahkan seringkali sebagian kita hanya merasa perlu menjenguk teman, saudara, atau kenalan yang sakit; jika sudah masuk rumah sakit. Sekian lama terbaring di rumah, hanya sedikit yang menjenguknya. Apalagi jika penyakit tersebut digolongkan penyakit ringan. Padahal, nabi shallallahu alaihi wa sallam menjenguk salah seorang sahabatnya yang ‘hanya’ sakit mata. Sakit mata biasa, bukan sejenis kebutaan atau penyakit mata berat lainnya!AL Hafizh Ibnu Hajar berkata, ‘mengenai menjenguk orang yang sakit mata, bahkan sudah ada hadits khusus yang membicarakannya, yaitu hadits Zaid bin Arqam, dia menceritakan, ‘Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menjenguk saya karena saya sakit mata.’ (lihat adabul mufrad, no.532)


MENJENGUK LAWAN JENIS?


Wanita boleh menjenguk laki-laki yang sedang sakit, ataupun sebaliknya; meskipun bukan mahramnya. Akan tetapi, hal ini dengan syarat aman dari fitnah, menutup aurat, dan tidak terjadi khalwat (berduaan dengan lawan jenis).Aisyah radhiyallahu anha meriwayatkan,Ketika Rasulullah shallalallahu alaihi wa sallam tiba di madinah, Abu Bakar dan Bilal terserang demam. Kemudian, kata Aisyah, aku menemui mereka dan bertanya, ‘Ayah, bagaimana keadaanmu?’ ‘Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?”(HR. Bukhari no.5654)Ibnu Syihab meriwayatkan dari Abu Umamah bin Sahal bin Hanaif,’Bahwa dirinya diberitahu bahwasanya ada seorang wanita miskin yang sedang sakit. Kemudian Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam pun diberitahu tentang sakitnya wanita tersebut. Dan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dahulu suka menjenguk orang-orang miskin dan menanyakan keadaan mereka.”(HR. Malik, Al Muwaththo’ no.531)


BOLEHKAH MENJENGUK ORANG MUSYRIK?


Menjenguk orang kafir oleh sabagian ulama dihukumi makruh. Hal ini dikarenakan: secara implisit (tidak langsung) merupakan penghormatan kepada mereka.(lihat At-Tamhid, Ibnu Abdil Bar, 24/276).Namun sebagia ulama yang lain berpendapat bolehnya menjenguk orang kafir apabila ada harapan untuk masuk islam. Pendapat ini lebih dekat kepada apa yang dilakukan oleh Rasullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.Anas bin Malik meriwayatkan,’Bahwasanya ada seorang anak muda Yahudi yang pernah menjadi pembantu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam. Dia sakit, lalu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam datang menjenguknya. Kemudian beliau bersabda, ‘Masuklah Islam!” Maka dia pun masuk Islam.”(HR. Bukhari no.5657)Sa’id bin Musayyib meriwayatkan dari ayahnya, dia berkata,’Ketika Abu Thalib hendak dijemput kematian. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendatanginya seraya bersabda, ‘Ucapkanlah ‘Laa ilaaha illa Allah’ sebuah kalimat yang bisa aku jadikan sebagai hujjah untukmu di sisi Allah kelak.’(HR. Bukhari no.6681)


KAPAN WAKTU MENJENGUK ORANG SAKIT?


Tidak ada statemen dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang menerangkan waktu-waktu tertentu untuk menjenguk orang sakit. Oleh karena itu, dapat dilakukan kapan saja, selama tidak merepotkan si sakit dan keluarganya.Salah satu alasan menjenguk orang sakit adalah meringankan penderitaan si sakit dan memberinya dukungan moral, sehingga sangat tidak bijaksana jika kedatangan kita malah merepotkan yang bersangkutan.Waktu yang tepat untuk menjenguk berbeda-beda pada setiap keadaan. Berbeda-beda dari waktu ke waktu dan antara satu tempat dengan tempat lainnya. Oleh karena itu, kita harus jeli mencari waktu yang pas untuk menjenguk, mampu memperkirakan kondisi si sakit & keluarganya (sedang beristirahat atau tidak, sedang banyak tamu atau tidak, dan lain sabagainya).


PERSINGKAT WAKTU KUNJUNGAN!


Hendaknya kita memperhatikan waktu ketika menjenguk orang sakit. Jangan sampai terlalu lama, karena hal ini bisa membebani bahkan menambah penderitaan si sakit ataupun keluarganya.Ibnu Thowuss mengatakan bahwa ayahnya pernah berkata, ‘Sebaik-baik kunjungan kepada orang sakit ialah yang paling singkat.’Asy-Sya’bi mengatakan, ‘Kunjungan orang dungu lebih berat dirasakan oleh keluarga si sakit daripada sakitnya salah seorang angota keluarga mereka. Yaitu, orang yang datang menjenguk pada waktu yang tidak tepat dan duduk terlalu lama.’(lihat At-Tamhid, Ibnu Abdil Bar, 24/277)Namun, apabila si sakit suka berlama-lama dengan penjenguknya, dan ingin dikunjungi sesering mungkin, maka sebaiknya keinginan tersebut dikabulkan oleh si penjenguk. Sebab, hal ini berarti memberikan kegembiraan dan dukungan moral kepada si sakit.Hal ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam terhadap Sa’ad bin Mu’adz sewaktu ia menjadi korban perang Khandaq. Ketika itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan agar Sa’ad dibuatkan kemah di dalam masjid agar beliau bisa menjenguknya dari dekat. Sahabat mana yang tidak suka ditunggui oleh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam dan dikunjungi berulang kali? (lihat Bukhari no.463)


BERAPA KALI MENJENGUK SESEORANG?


Hal ini dikembalikan kepada kebiasaan, kondisi penjenguk, kondisi si sakit, berapa jauh hubungan yang bersangkutan dengan si sakit.Orang yang lama jatuh sakit, maka dia dijenguk dari waktu ke waktu, dalam hal ini tidak ada batasan waktu tertentu.


MENJENGUK ORANG YANG PINGSAN ATAU KOMA


Orang sakit yang dapat merasakan kehadiran kita dan yang tidak dapat merasakan kehadiran kita (misalnya karena pingsan atau koma), sama-sama memiliki hak untuk dijenguk. Janganlah kita enggan menjenguknya, dengan alasan, toh…mereka tidak tahu dijenguk atau tidak…mereka tidak dapat merasakan kehadiran kita.Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, ‘Anjuran menjenguk orang sakit tidak hanya ditujukan agar si sakit mengetahui penjenguknya. Sebab, di balik kunjungan itu ada dukungan moral kepada keluarganya, harpaan mendapatkan berkah dari doa penjenguk, sentuhan tangannya kepada si sakit, meniupkan bacaan mu’awwidzat, dan lain-lain.’(Fathul baari, 10/119)


DIMANA POSISI DUDUK PENJENGUK?


Orang yang menjenguk, dianjurkan duduk di dekat si sakit.’Adalah nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam ketika menjenguk orang sakit, beliau duduk di sisi kepalanya.’(HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad, no.536, hadits shahih)Diantara manfaat duduk di sisi kepala si sakit: memberi rasa akrab kepada si sakit, dan memungkinkan bagi penjenguk untuk menyentuh si sakit, memanjatkan doa untuknya, meniupnya dengan ruqyah, dan lain sebagainya.


MENANYAKAN KEADAAAN SI SAKIT


Ada baiknya kita menanyakan keadaan si sakit, sebagaimana yang dilakukan oleh Aisyah Radhiyallahu Anha,Ketika Rasulullah shallalallahu alaihi wa sallam tiba di madinah, Abu Bakar dan Bilal terserang demam. Kemudian, kata Aisyah, aku menemui mereka dan bertanya, ‘Ayah, bagaimana keadaanmu?’ ‘Wahai Bilal, bagaimana keadaanmu?”(HR. Bukhari no.5654)


JANGAN PAKSA SI SAKIT BERCERITA PANJANG LEBAR!


Diantara maksud mengunjungi si sakit adalah untuk meringankan kan penderitaannya, oleh karena itu jangan sampai membebani bahkan menambah penderitaan si sakit ataupun keluarganya.Satu hal yang dapat membebani si sakit atau keluarganya adalah pertanyaan kronologis musibah atau penyakit. Si sakit atau keluarga diminta untuk menceritakan kronologis kejadian yang cukup panjang; dan repotnya lagi, cerita ini harus diceritakan berulang kali karena hampir setiap pembesuk menanyakan, ‘awal mulanya bagaimana?’ ; ‘kejadiannya bagaimana?’[ ….Pengalaman saya, saking lelahnya untuk menjawab pertanyaan-pertanya an yang berulang tersebut, suatu saat ketika ada anggota keluarga yang sakit, ada niatan untuk menjelaskan kronologis & riwayat penyakit, gejala-gejala, pengobatan yang sudah dilakukan, dan lain sabagainya dalam sebuah tulisan, sehingga ketika ada pembesuk yang bertanya, tinggal diminta untuk membaca tulisan tersebut. Atau si sakit diminta bercerita sekali untuk direkam. Ketika pembesuk datang, kita tinggal mendengarkan rekaman tersebut. Yang terkadang lebih menjengkelkan lagi, … pengunjung kurang puas ketika anggota keluarga yang menceritakan, menjelaskan. mereka ingin mendengar langsung dari si sakit. padahal, si sakit dalam keadaan lemah, dan sudah berulang kali menceritakan hal yang sama. semoga kejadian ini tidak menimpa pembaca. …. ]


HIBUR & BERIKAN HARAPAN SEMBUH!


Ada baiknya penjenguk menghibur si sakit atau keluarga si sakit dengan pahala-pahala yang akan di dapat mereka.’Setiap muslim yang terkena musibah penyakit atau yang lainnya, pasti akan Allah hapuskan berbagai kesalahannya, seperti sebuah pohon meruntuhkan daun-daunnya.’(HR. Muslim)’Cobaan itu akan selalu menimpa seorang mukmin dan mukminah, baik pada dirinya, pada anaknya, ataupun pada hartanya, sehingga ia bertemu dengan Allah tanpa dosa sedikitpun.’(HR. Tirmidzi)’Saat orang-orang tertimpa musibah diberi pahala di hari kiamat nanti, orang-orang yang selamat dari berbagai musibah tersebut berharap seandainya dahulu di dunia kulit mereka dikerat dengan gergaji besi…’(HR. Tirmidzi)Ada baiknya pula penjenguk memberikan harapan sembuh kepada si sakit. Misalnya dengan mengatakan.’Tidak perlu kuatir, insya Allah Anda akan sembuh.’atau ‘penyakit ini tidak berbahaya, Anda akan segera sembuh,insya Allah.’atau kalimat-kalimat lain yang dapat menumbuhkan semangatnya untuk sembuh.


JANGAN MENAKUT-NAKUTI!


Apa yang kita sampaikan kepada si sakit maupun keluarganya, harus kita perhatikan benar-benar. Ucapkanlah kalimat-kalimat yang baik, yang dapat menumbuhkan motivasi atau meringankan musibah yang dialami mereka. Jangan sampai apa yang kita sampaikan malah menimbulkan rasa takut & cemas terhadap si sakit maupun keluarganya.Diantara yang dapat menimbulkan rasa takut adalah cerita atau kabar bahwa seseorang mengalami hal yang sama, namun berakhir dengan cacat seumur hidup, dengan kematian…. ; kalau maksud yang bercerita adalah agar keluarga si sakit berhati-hati dan waspada terhadap musibah yang diderita si sakit, alangkah baiknya jika di kemas dengan kalimat-kalimat yang baik.[…. pengalaman saya, ketika anggota keluarga ada yang sakit, ada beberapa pengunjung yang bercerita yang malah menimbulkan ketakutan bagi si sakit; ‘wah, hati-hati. saudara dan teman-teman saya yang mengalami seperti ini harus dioperasi. operasi nya begini…begini. … biaya begini…. hasilnya; kalau gak wassalam -maksudnya meninggal-, ya cacat seumur hidup…. Kemudian menceritakan masing-masing orang. Si A…. si B…. si C ….Kejadian seperti ini sering terjadi, pingin nya mengusir bahkan mendepak keluar penjenguk yang memiliki perangai seperti itu,…namun sayang orangnya lebih tua dari saya!!! Bagi saya… yang masih sadar, mungkin bisa mengabaikan cerita tersebut, namun tidak ada jaminan cerita tersebut tidak masuk dalam benak si sakit ataupun anggota keluarga yang lain. Semoga kita dijauhkan dari hal yang demikian. amin. ….]


MEMAHAMI KELUHAN SI SAKIT


Keluhan yang diucapkan si sakit ada dua kemungkinan:Pertama, diucapkan sebagai ekspresi kekesalan dan kejengkelan. Hal ini tentnu saja dilarang oleh agama Islam, karena merupakan indikator lemahnya keyakinan dan tidak rela terhadap qadha dan qadar Allah Subhanahu wa Ta’ala. Apabila kita mendengar keluhan semacam ini, si sakit segera diingatkan, dinasehati dengan cara yang baik.Kedua, diucapkan dalam rangka memberi informasi tentang dirinya tanpa mengharap belas kasih kepada makhluk dan tidak pula menggantungkan harapan kepada mereka. Hal ini tentu saja boleh dilakukan, bahkan didukung oleh dalil syari:Ibnu Mas’ud meriwayatkan:’Aku pernah menghadap Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, sementara beliau sedang menderita demam. Lalu aku menyentuhnya dengan tanganku, kemudian aku mengatakan, ‘Sungguh, Engkau menderita demam yang sangat berat.’ Beliau menjawab, ‘Ya, seperti layaknya demam yang diderita oleh dua orang dari kalian.’ ‘Engkau mendapat dua pahala?’ tanya Ibnu Mas’ud. Beliau menjawab ,’Ya. Tidaklah seorang muslim mengalami penderitaan -sakit dan sebagainya- melainkan Allah akan merontokkan keburukan-keburukan nyaa sebagaimana pohon merontokkan daunnya.”(HR. Bukhari no.5667)


MENANGIS DI TEMPAT ORANG YANG SAKIT?


Yang nampak dari kita, hukumnya boleh. Sebab, Abdullah bin Umar meriwayatkan,’Sa’ad bin Ubadah pernah mengeluhkan sakit yang di deritanya, kemudian Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam datang menjenguknya bersama dengan Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas’ud. Ketika beliau menemuinya, beliau mendapatinya sedang dikerumuni oleh keluarganya. Lalu beliau bertanya, ‘Apakah dia sudah meninggal?’ Mereka menjawab, ‘Tidak ya Rasulullah!’ Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menangis, dan ketika orang-orang melihat tangisan nabi, maka mereka pun menangis. Lalu beliau bersabda, ‘Tidakkah kalian mendengar, sesungguhnya Allah tidak mengadzab karena linangan air mata maupun kesedihan hati, melainkan mengadzab karena ini -dan beliau menunjuk ke arah lidahnya- atau Dia berbelas kasih. Dan sesungguhnya mayit itu akan disiksa karena tangisan keluarganya yang meratapi (kepergian) nya.’(HR. Bukhori no.1304)


MENDOAKAN SI SAKIT


Orang yang menjenguk orang sakit hendaknya tidak berkata-kata kecuali sesuatu yang baik. Sebab para malaikat akan mengamini apa yang akan diucapkannya.Dari Ummu Salamah, doa mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:’Apabila kamu mendatangi orang sakit atau mayit, maka ucapkanlah kata-kata yang baik. Karena sesungguhnya malaikat mengamini apa yang kamu ucapkan.’ Kemudian, kata Ummu Salamah, ketika Abu Salamah meninggal dunia, aku pun mendatangi Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam seraya mengatakan, ‘Ya Rasulullah, Abu Salamah sudah meninggal dunia.’ Beliau lantas bersabda, ‘Ucapkanlah: Ya Allah, ampunilah aku dan dia, dan berilah aku pengganti yang baik.’ Ummu Salamah berkata, ‘Lalu aku mengatakannya. Kemudian Allah memberiku pengganti yang lebih baik bagiku daripada dia (Abu Salamah), yakni Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.’(HR. Muslim no.919)Orang yang menjenguk orang sakit dianjurkan berdoa agar si sakit diberikan rahmat, ampunan, kebersihan dari dosa, keselamatan, dan kebebasan dari penyakit. Diantara doa yang pernah dibaca oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam:1. Mengucapkan: “Laa ba’sa thohuurun in syaa’allooh.”‘tidak mengapa, semoga dapat membersihkan kamu (dari dosa) insya Allah.’(riwayat Bukhari dalam al fath: 10/118)Kata ‘tidak mengapa’ maksudnya ialah bahwa sakit itu dapat menghapus kesalahan. Jika mendapat kesembuhan setelah sakit, maka berarti mendapatkan dua keuntungan sekaligus. Dan jika tidak, maka akan mendapatkan keuntungan berpa penghapusan dosa.2. Membaca doa: ” As alukalloohal-’azhiima, robbal ‘arsyil-’azhiimi, ayyasyfiyaka.” (7x)”Aku memohon kepada Allah yang Maha Agung, Rabb ‘Arsy yang agung agar menyembuhkanmu.”‘Tidak ada seorang muslim yang menjenguk seorang yang sedang sakit yang belum sampai kepada ajalnya, lalu dia membacakan doa As alukalloohal-’azhiima, robbal ‘arsyil-’azhiimi, ayyasyfiyaka tujuh kali, kecuali dia akan sembuh.’(Shahih At Tirmidzi: 2/210)


RUQYAH KEPADA SI SAKIT


Orang yang menjenguk orang sakit dianjurkan untuk melakukan ruqyah terhadapnya. Terutama kalau si penjenguk termasuk orang yang bertakwa dan shalih. Karena ruqyah yang dilakukannya akan memberikan manfaat yang lebih besar daripada orang lain (karena faktor ketakwaan & keshalihannya tersebut).Di antara ruqyah syariah yang ada:1. Ruqyah dengan mu’awwidzatain (surat al ikhlas, al falaq, dan an naas)’adalah rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika salah satu dari keluarganya sakit, beliau meniup keluarganya dengan (bacaan) mu’awwidzat…’(HR. Muslim no.2192)2. Ruqyah dengan surat al fatihahHal ini pernah dilakukan oleh Abu Said al Khudri terhadap kepala suku yang tersengat serangga. (lihat HR. Muslim no.2201)3. Ruqyah dengan doa’Adalah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika salah seorang dari kami mengeluh sakit, maka beliau mengusapnya dengan tangan kanannya, kemudian beliau mengucapkan: “Hilangkanlah penderitaan ini wahai Rabb manusia. Sembuhkanlah, karena Engkaulah yang Maha Menyembuhkan. Tiada kesembuhan melainkan kesembuhan-Mu. Kesembuhan yang tidak meninggalkan penyakit.” (HR. Muslim no.2191)


KARANGAN BUNGA?


Ada sebagian orang yang ketika mengunjungi orang sakit selalu menyempatkan diri untuk membawa karangan bunga kepada si sakit. Ada pula yang menelipkan tulisan yang berisi ungkapan dan harapan agar lekas sembuh. Hal ini dilarang, karena:1. tradisi semacam ini berasal dari agama lain, padahal kita dilarang untuk menyerupai perilaku mereka.2. mengganti doa untuk si sakit agar diberikan kesucian, rahmat, ampunan, dan kesehatan dengan ungkapan-ungkapan kering dan harapan-harapan yang tidak bisa dimajukan atau diundur.3. mengganti ruqyah yang syari melalui bacaan ayat-ayat al quran maupun hadits dengan karangan bunga yang barangkali akan layu sehari atau dua hari kemudian.


MEMBACAKAN SURAT YASIN?


Ada sebagian orang yang membacakan surat yasin kepada orang yang sakit, terutama jika si sakit sudah sangat parah, koma, atau jika dalam keadaan menjemput ajal.Mereka berdasarkan pada:”Tidak seorang pun yang akan mati, lalu dibacakan buatnya surat yasin, kecuali pasti diringankan/ dimudahkan kematiannya.”Keterangan:hadits ini derajatnya “Maudhu/palsu”, diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalan Akhbar al Asbahan 1/188, di dalamnya ada seorang perowi yang suka memalsukan hadits yang bernama ‘Marwan bin Salim Al Jazari’. Imam Bukhori dan Muslim mengatakan bahwa Marwan bin Salim dalam meriwayatkan hadits tergolong ‘MUNGKARUL HADITS’ (lihat: Mizanul I’tidal 4/90).[Penjelasan Gamblang Seputrar Hukum Yasinan, Tahlilan, & Selamatan, hal:47; dan Bincang-bincang seputar Tahlilan, Yasinan, & Maulidan, hal:23)”Bacakanlah surat Yasin untuk orang-orang yang akan mati di antara kamu.”(Riwayat Abu Dawud, Ibnu Majah, Nasa’i. Derajat hadits Dhaif.)[Al Masaa-il, hadits 201; hal:286]Karena hadits-hadits di atas adalah dhaif & maudhu/palsu, maka pembacaan surat yasin untuk orang-orang yang akan mati tidak dapat diamalkan. Hal ini sebagaimana keterangan para ulama bahwa hadits lemah tidak dapat dipakai sebagai dasar suatu amalam meskipun hanya fadhaail amal. Soal aqidah, ibadah, muamalah, maupun fadhaail amal harus berdasarkan dalil yang shahih. Di antara salah satu sebab munculnya bidah adalah karena pengamalan hadits-hadits lemah maupun palsu. Tidak dibenarkan menetapkan hukum syari, baik hukum mustahab (sunnat) atau hukum lainnya dengan hadits lemah. Inilah pendapat yang benar. Konsekuensinya, tidak ada perbedaan antara hadits tentang fadhaail amal dengan hadits tentang hukum. Inilah pendapat mayoritas ulama, seperti Al Hafizh Ibnu Hajar al Asqolani, Imam Asy Syaukani, Al Allamah Shiddiq Hasan Khan dan Syaikh Muhammad Syakir serta lainnya.


PERLUKAH   EUTHANASIA?


Terkadang, karena sakit yang diderita sangat berat, atau keluarga sudah tidak tega melihatnya; serta menurut ilmu medis, pasien tersebut tidak dapat sembuh, baginya kematian hanya soal waktu; seseorang disarankan atau meminta suntikan euthanasia, sehingga si sakit dapat segera terbebas dari penderitaan yang sering dialaminya selama ia masih hidup.Euthanasia sebaiknya tidak dilakukan, hal ini karena: euthanasia menghalangi si sakit ataupun orang-orang di sekitar si sakit untuk mendapatkan manfaat dari status kehidupannya.Dengan tetap hidup dengan kondisi semacam itu, si sakit akan dihapus catatan buruknya dan diangkat derajatnya, jika ia memiliki iman dan ihsan.Dengan tetap hidup, yang bersangkutan terkadang mendapatkan doa yang baik dan diterima oleh Allah. Sehingga disembuhkan oleh Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, atau diampuni dosa-dosanya berkat doa sesama muslim yang ditujukan kepadanya.Dengan tetap hidup, maka catatan buruk keluarganya yang dirundung kesedihan dan kegelisahan akan dihapus.’Tidaklah seorang muslim mengalami kepayahan, kesakitan, kegelisahan, kesedihan, gangguan, maupun kesusahan, bahkan duri yang menusuknya, melainkan dengan itu Allah akan menghapus kesalahan-kesalahan nya. ‘(HR. Bukhari no.5642)Dengan tetap hidup, maka kebajikannya akan tetap mengalir dan tidak terputus, terutama jika yang bersangkutan adalah seorang ayah atau ibu.Dan dengan tetap hidup, maka pahala akan tetap melimpah kepada orang yang menjenguk dan mengunjungi si sakit. Penjenguk akan mendapatkan shalawat dari 70 ribu malaikat yang ditugaskna mendoakannya, insya Allah.


Semoga bermanfaat, Allahu A’lam.


( abah utik, Wonorejo, 8 Juli 2008.)


==Sumber bacaan & pengambilan:1. Al Masaa-il jilid 1, Abdul Hakim bin Amir Abdat, Darus Sunnah Press, Cet.5. tahun 20052. Berbahagialah Wahai Orang Sakit, Dr. Muhammad Al Burkan, Pustaka At Tibyan, tanpa tahun3. Bincang-Bincang seputar Tahlilan, Yasinan, & Maulidan, Ust. Abu Ihsan Al Atsari, Pustaka At Tibyan, Cet.3, Juni 20074. Doa & Dzikir Nabi, Dr. Said bin Ali bin Wahf al Qahthani, Maktabah AL Hanif, cet.1, Juni 20055. Ensiklopedi Islam Al Kamil, Syaikh Muhammad bin Ibrahim at Tuwaijiri, Darus Sunnah Press, Cet.3, November 20076. Etika Menjenguk Orang Sakit, Fuad Abdul Aziz Asy Syalhub, Pustaka Elba, Cet.1, Oktober 20067. Hadits Qudsi Shahihain (Bukhari Muslim), Irfan bin Salim ad Dimasyqi, Media Hidayah, Cet.1, April 20068. Menyongsong Doa Malaikat, Prof. Dr. Fadhl Ilahi, Wafa Press, Cet.1, Juni 20089. Penjelasan Gamblang Yasinan, Tahlilan & Selamatan, AL Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali bin A. Mutholib, Pustaka Al Ummat, Cet.5, Agustus 200710. Tetap Bahagia di Saat Sakit, Abdul Muhsin bin Zainuddin bin Qaasim, Rumah Dzikir, tanpa tahun


Detik-detik Rasulullah SAW


Detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi Sakaratul Maut

Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbatas memberikan khutbah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku." Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-d! alam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua,"keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya didunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang didalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ! ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar m! enanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Ra! sulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," ka! ta Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.

"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu." Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

"Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku" Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesedaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita. Kerana sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka.

Anak Kecil Yang Takut Api Neraka


Anak Kecil Yang Takut Api Neraka
Dalam sebuah riwayat menyatakan bahawa ada seorang lelaki tua sedang berjalan-jalan di tepi sungai, sedang dia berjalan-jalan dia terpandang seorang anak kecil sedang mengambil wudhu' sambil menangis.
Apabila orang tua itu melihat anak kecil tadi menangis, dia pun berkata, "Wahai anak kecil kenapa kamu menangis?"
 Maka berkata anak kecil itu, "Wahai pakcik saya telah membaca ayat al-Quran sehingga sampai kepada ayat yang berbunyi, "Yaa ayyuhal ladziina aamanuu quu anfusakum" yang bermaksud, "Wahai orang-orang yang beriman, jagalah olehmu sekalian akan dirimu." Saya menangis sebab saya takut akan dimasukkan ke dalam api neraka." 
Berkata orang tua itu, "Wahai anak, janganlah kamu takut, sesungguhnya kamu terpelihara dan kamu tidak akan dimasukkan ke dalam api neraka." 
Berkata anak kecil itu, "Wahai pakcik, pakcik adalah orang yang berakal, tidakkah pakcik lihat kalau orang menyalakan api maka yang pertama sekali yang mereka akan letakkan ialah ranting-ranting kayu yang kecil dahulu kemudian baru mereka letakkan yang besar. Jadi tentulah saya yang kecil ini akan dibakar dahulu sebelum dibakar orang dewasa." 
Berkata orang tua itu, sambil menangis, "Sesungguh anak kecil ini lebih takut kepada neraka daripada orang yang dewasa maka bagaimanakah keadaan kami nanti.

_ � a a P� ��� erintahkan pedang dan panah diletakkan kembali ke sarungnya. Di tengah-tengah kejayaan itu Rasulullah lalu menyerukan satu peringatan, Firman Allah SWT yang maksudnya : "Bahawasanya perangilah kerana Allah
orang-orang yang memerangi kamu sahaja dan jangan kamu lakukan dengan berlebihan.kerana Allah tidak menyukai kamu yang melampaui batas" (Al Baqarah : 190)

Adakah kemuliaan yang lebih agung dari sikap yang telah diperlihatkan oleh Rasulullah SAW? Dengan
kemenangan tersebut baginda masih mampu mengendalikan diri dan suasana serta memberi kemaafan. Padahal Sayidina Hamzah,Bapa Saudaranya terbunuh dalam keadaan aniaya.Padahal sahabat terdekat baginda berguguran di tangan musuh dengan kejamnya. Tujuh puluh orang telah
gugur di medan perang.Namun Rasulullah tidak bersikap membalas dendam dengan menghancurkan semua musuh yang tidak berdaya.

"Adakah dimuka bumi ini orang yang akhlaknya semulia pekerti Nabi Muhammad SAW?"Bisik hati Abu Abbas ketika itu.

Abu Abbas berdiri kaku di puncak gunung batu.Hatinya yang keras sekeras batu karang mula cair dan
lembut.Bukan oleh terik padang pasir yang mendidih.Tetapi oleh kelembutan hati pemimpin yang
yang tetap senyum meskipun wajahnya berlumuran darah.Yang menatap ramah walaupun pipinya luka terkena senjata musuh.Kasih Abu Abbas semakin subur kepada Rasulullah menyaksikan jiwa dan hati baginda begitu besar dan lapang .Ini terpancar semasa baginda berdepan dengan Abdullah bin Ubai yang terkenal sebagai pemimpin kaum munafiq.

Semasa akhir hayatnya ,Abdullah Bin Ubai ditimpa sakit keras.Dengan bibir gemertar yang semakin
membiru,Abdullah bin Ubai meminta kepada anaknya agar dipanggilkan Rasulullah.Ia ingin didoakan oleh Rasulullah.Abu Abas yang menyaksikan peristiwa itu beranggapan mustahil Rasulullah mahu datang menemui tokoh munafiq tersebut.Ternyata dugaan Abu Abbas meleset,.Rasulullah datang bersama Umar Al Khattab.Kepada Rasulullah ,Abdullah bin Ubai memohon agar baginda bersedia melepaskan jubahnya dan menyelimuti dengan jubah tersebut.Kalau pun dengan berselimut jubah itu tidak juga menyembuhkan penyakitnya,Abdullah masih berharap biarlah ia mati dengan berselimutkan jubah Rasulullah.Dengan penuh kasih sayang Rasulullah menunaikan permintaan Abdullah bin Ubai.Sehinggalah akhirnya Abdullah meninggal dunia dalam penderitaan dan kesakitan dibawah jubah Rasulullah.

Peristiwa itu membuat Sayidina Umar tertanya-tanya.Ia tidak menyangka Rasulullah akan berbuat sejauh itu terhadap ketua munafiq yang telah banyak menabur fitnah dan perpecahan dikalangan umat Islam.

" Alangkah beruntungnya Abdullah bin Ubai,Ia meninggal dunia dengan berselimutkan jubah baginda yang suci.Para sahabat yang setia pun belum tentu mendapat keistimewaan itu"ucap Umar.

Rasulullah tersenyum penuh kearifan dan kasih sayang .Dengan nada yang lembut baginda menjawab:
"Sahabat ku Umar, Sesungguhnya jubah Rasulullah tidak akan menyelamatkan Abdullah Bin Ubai atau sesiapa sahaja sebab manusia hanya selamat oleh iman dan taqwa masing-masing."

Ucapan Rasulullah itu meninggalkan kesan yang dalam pada diri Abu Abbas dan ucapan itu perlu menjadi azimat dan igatan kepada umat sepanjang zaman.

Kesantunan Nabi


Luluh Hati Dengan Kesantunan Nabi
Angin gurun yang gersang menerpa ke dalam udara Madinah yang mula sejuk. Abu Abbas r.a seorang sahabat setia Rasulullah SAW duduk merenung.Cintanya pada Rasulullah begitu besar.Sedangkan imannya dirasakan terlalu tipis untuk dapat menenggung duka berpisah
dengan orang yang dicintai…..iaitu Rasulullah.Abu Abbas terkenang bagaimana ia mula-mula ia tertarik untuk memeluk Islam.

Satu demi satu musuh gugur di bawah debu peperangan.Keberanian mereka hancur.Semangat mereka untuk berperang kian redup.Yang tinggal hanyalah ketakutan dan kehilangan kepercayaan diri sendiri.Sehingga dalam waktu yang singkat,musuh terdesak mundur dan akhirnya masing-masing lari untuk menyelamatkan diri.Dari atas bukit Uhud,Abu Abbas melihat Rasulullah perlahan-lahan kembali memegang komando perang.Seluruh angota tentera cuba mengejar tentera Quraisy yang bertempiaran lari ketakutan.

Tetapi sungguh mengagumkan dan menghairankan,Rasulullah mengangkat tangannya dan
memberi isyarat agar mereka menghentikan pengejaran dan memerintahkan pedang dan panah diletakkan kembali ke sarungnya. Di tengah-tengah kejayaan itu Rasulullah lalu menyerukan satu peringatan, Firman Allah SWT yang maksudnya : "Bahawasanya perangilah kerana Allah
orang-orang yang memerangi kamu sahaja dan jangan kamu lakukan dengan berlebihan.kerana Allah tidak menyukai kamu yang melampaui batas" (Al Baqarah : 190)

Adakah kemuliaan yang lebih agung dari sikap yang telah diperlihatkan oleh Rasulullah SAW? Dengan
kemenangan tersebut baginda masih mampu mengendalikan diri dan suasana serta memberi kemaafan. Padahal Sayidina Hamzah,Bapa Saudaranya terbunuh dalam keadaan aniaya.Padahal sahabat terdekat baginda berguguran di tangan musuh dengan kejamnya. Tujuh puluh orang telah
gugur di medan perang.Namun Rasulullah tidak bersikap membalas dendam dengan menghancurkan semua musuh yang tidak berdaya.

"Adakah dimuka bumi ini orang yang akhlaknya semulia pekerti Nabi Muhammad SAW?"Bisik hati Abu Abbas ketika itu.

Abu Abbas berdiri kaku di puncak gunung batu.Hatinya yang keras sekeras batu karang mula cair dan
lembut.Bukan oleh terik padang pasir yang mendidih.Tetapi oleh kelembutan hati pemimpin yang
yang tetap senyum meskipun wajahnya berlumuran darah.Yang menatap ramah walaupun pipinya luka terkena senjata musuh.Kasih Abu Abbas semakin subur kepada Rasulullah menyaksikan jiwa dan hati baginda begitu besar dan lapang .Ini terpancar semasa baginda berdepan dengan Abdullah bin Ubai yang terkenal sebagai pemimpin kaum munafiq.

Semasa akhir hayatnya ,Abdullah Bin Ubai ditimpa sakit keras.Dengan bibir gemertar yang semakin
membiru,Abdullah bin Ubai meminta kepada anaknya agar dipanggilkan Rasulullah.Ia ingin didoakan oleh Rasulullah.Abu Abas yang menyaksikan peristiwa itu beranggapan mustahil Rasulullah mahu datang menemui tokoh munafiq tersebut.Ternyata dugaan Abu Abbas meleset,.Rasulullah datang bersama Umar Al Khattab.Kepada Rasulullah ,Abdullah bin Ubai memohon agar baginda bersedia melepaskan jubahnya dan menyelimuti dengan jubah tersebut.Kalau pun dengan berselimut jubah itu tidak juga menyembuhkan penyakitnya,Abdullah masih berharap biarlah ia mati dengan berselimutkan jubah Rasulullah.Dengan penuh kasih sayang Rasulullah menunaikan permintaan Abdullah bin Ubai.Sehinggalah akhirnya Abdullah meninggal dunia dalam penderitaan dan kesakitan dibawah jubah Rasulullah.

Peristiwa itu membuat Sayidina Umar tertanya-tanya.Ia tidak menyangka Rasulullah akan berbuat sejauh itu terhadap ketua munafiq yang telah banyak menabur fitnah dan perpecahan dikalangan umat Islam.

" Alangkah beruntungnya Abdullah bin Ubai,Ia meninggal dunia dengan berselimutkan jubah baginda yang suci.Para sahabat yang setia pun belum tentu mendapat keistimewaan itu"ucap Umar.

Rasulullah tersenyum penuh kearifan dan kasih sayang .Dengan nada yang lembut baginda menjawab:
"Sahabat ku Umar, Sesungguhnya jubah Rasulullah tidak akan menyelamatkan Abdullah Bin Ubai atau sesiapa sahaja sebab manusia hanya selamat oleh iman dan taqwa masing-masing."

Ucapan Rasulullah itu meninggalkan kesan yang dalam pada diri Abu Abbas dan ucapan itu perlu menjadi azimat dan igatan kepada umat sepanjang zaman.

Amal Yang Membuka Pintu Syurga

Tidak seperti biasanya, hari itu Ali bin Abi Thalib pulang lebih awal menjelang asar. Fatimah binti Rasulullah menyambut kedatangan suaminya yang sehari suntuk mencari rezeki dengan sukacita. Siapa tahu Ali membawa wang lebih banyak kerana keperluan di rumah makin besar. Sesudah melepas lelah, Ali berkata kepada Fatimah. "Maaf sayangku, kali ini aku tidak membawa wang sesenpun."

Fatimah menyahut sambil tersenyum, "Memang yang mengatur rezeki tidak duduk di pasar, bukan? Yang memiliki kuasa itu adalah Allah Ta'ala." 
"Terima kasih," jawab Ali. Matanya memberat lantaran isterinya begitu tawakkal. Padahal keperluan dapur sudah habis sama sekali. Pun begitu Fatimah tidak menunjukan sikap kecewa atau sedih.

Ali lalu berangkat ke masjid untuk menjalankan sholat berjamaah. Sepulang dari sembahyang, di jalan ia dihentikan oleh seorang tua. "Maaf anak muda, betulkah engkau Ali anaknya Abu Thalib?" Ali menjawab dengan hairan. "Ya betul. Ada apa, Tuan?". 
Orang tua itu mencari kedalam begnya sesuatu seraya berkata: "Dahulu ayahmu pernah kusuruh menyamak kulit. Aku belum sempat membayar upahnya, ayahmu sudah meninggal. Jadi, terimalah wang ini, sebab engkaulah ahli warisnya." Dengan gembira Ali mengambil haknya dari orang itu sebanyak 30 dinar.

Tentu saja Fatimah sangat gembira memperoleh rezeki yang tidak di sangka-sangka ketika Ali menceritakan kejadian itu. Dan ia menyuruh membelanjakannya semua agar tidak pusing-pusing lagi merisaukan keperluan sehari-hari.

Ali pun bergegas berangkat ke pasar. Sebelum masuk ke dalam pasar, ia melihat seorang fakir menadahkan tangan, "Siapakah yang mahu menghutangkan hartanya kerana Allah, bersedekahlah kepada saya, seorang musafir yang kehabisan bekal di perjalanan." Tanpa berfikir panjang, Ali memberikan seluruh wangnya kepada orang itu.

Pada waktu ia pulang dan Fatimah kehairanan melihat suaminya tidak membawa apa-apa, Ali menerangkan peristiwa yang baru saja dialaminya. Fatimah, masih dalam senyum, berkata, "Keputusan kanda adalah yang juga akan saya lakukan seandainya saya yang mengalaminya. Lebih baik kita menghutangkan harta kerana Allah daripada bersifat bakhil yang di murkai-Nya, dan yang menutup pintu syurga untuk kita."